PANDANGAN KYAI TERHADAP MODERNITAS
Oleh: Hariadi, S.Ag., M.Pd[1]
I.
PENDAHULUAN
Moderenisasi
ditandai oleh kreaktifitas manusia dalam mencari jalan mengatasi kesulitan
hidupnya di dunia ini. Sungguh ini, modernism, khususnya seperti yang ada
di Barat, adalah suatu antroposentrisme
yang hampir tak terkekang (Madjid:2000). Selanjutnya Madjid (2000) menguntip pendapat Arnod
Toynbee, seorang ahli sejarah yang
terkenal, mengatakan bahwa modernitas telah mulai sejak menjelang akhir abad ke
lima belas masehi, ketika orang barat “ berterima kasih tidak kepada Tuhan
tetapi kepada dirinya sendiri karena ia telah berhasil mengatasi kungkungan
Kristen abad pertengahan”.
Keberhasilan
dunia modern dalam memenuhi keinginan manusia untuk memudahkan segala urusannya
akhirnya menggelinding ke seluruh penjuru dunia, termasuk di dalamnya dunia Islam
yang sebelumnya belum tersentuh oleh dunia modern sebagaimana di Barat yang
pada umumnya masyarakatnya beragama Kristen. Dengan demikian mau tak mau
masyarakat Islam dituntut harus mensikapinya secara bijak agar tidak tertindas
oleh gelombang modernitas dan sekaligus juga agar tidak hanyut begitu saja.
Salah
satu anak kandung dari modernitas adalah pesatnya perkembangan teknologi yang
dengan kecanggihannya bisa meringankan segala kebutuhan manusia secara cepat
dan akurat. Misalnya, kita bisa mengambil contoh perkembangan teknologi
informasi yang dengan hardware dan software yang canggih dapat melahirkan era globalisasi yang ditandai cepatnya transportasi informasi dari suatu tempat
( Negara, wilayah ) lain secara
tepat. Sehingga peristiwa yang sedang berlangsung di suatu belahan dunia akan
dapat di tonton oleh masyarakat di seluruh dunia. Ilustrasi ini menggambarkan
betapa hebatnya dunia modern sekarang, amat berbeda jauh dengan keadaan dunia
sebelum dunia modern lahir.
II.
Hakekat
Modernitas
Menurut
Arkoun, istilah modernitas berasal dari bahasa Latin modernus –pertama kali
dipakai dunia Kristen pada masa antara tahun 450 dan 500 yang menunjukan
perpindahan dari masa Romawi lama ke
periode Masehi ( Putro : 1998). Terlepas dari kapan modernitas itu lahir, yang
perlu digaris bawahi adalah hakekat modernitas yang sebagaimana di sampaikan
oleh Lucian W.Pye
“…………it
is based on advanced technology and the spirit of science on a rational view of
life, a secular approach to social relations, a feeling for social justice in
public affairs, and above all else, on the acceptance in the political realm of
the belief that the prime unit of the polity should be nation-state ( Madjid
: 2000)
Mengomentari
hakekat modernitas tersebut, Madjid (2000) mengatakan, “….. jelas sekali
mengandung unsur-unsur budaya dan pengalaman Barat, seperti misalnya, konsep negara
bangsa, selain unsur-unsur yang memang universal seperti ilmu dan teknologi”.
Dan semua nilai –nilai universal itu akan ditranformasikan ke seluruh penjuru
dunia dengan canggihnya informasi, yang pada akhirnya tiada tempat di dunia ini
tanpa sentuhan modernisasi. Akibat lanjutanya, dalam proses modernisasi pada
suatu negara akan terjadi dialog antara nilai-nilai lama dan nilai baru.
Pengalaman
negara-negara maju menunjukan bahwa masyarakat modern ditandai pula pesatnya
perkembangan industri bagi berbagai kebutuhan hidup manusia. Dimana dalam
masyarakat industrial modern akan membawa konskuensi munculnya nilai-nilai
baru, Pertama, rasionalisme. Dalam
kaitanya dengan agama, sejumlah nilai yang berkembangnya rasionalisme akan menyebabkan
dipertanyakanya sejumlah nilai yang berkembang dari doktrin-doktrin agama.Kedua,ialah
sekularisme,yang berarti mengecilnya wilayah agama yang kemudian hanya
terbatas pada soal-soal pribadi dan keluarga, dan sama sekali doktrin-doktrin
agama itu menjadi tidak releven dengan kehidupan bermayarakat dan bernegara. Ketiga,
ialah terdesaknya nilai-nilai idealism oleh pragmatism,
nilai-nilai kebersamaan oleh individualisme, nilai-nilai sacral ( suci)
oleh profan (duniawi).( Mughni:2001). Nilai-nilai tersebut masih di
ikuti dengan budaya meterealisme,hendonisme dan konsumerisme yang
menjangkiti seluruh kehidupan umat manusia.
Bila
dilihat dari sudut berkembangnya nilai-nilai yang tumbuh dalam masyarakat
industrial modern itu, dalam kaitanya dengan dunia pendidikan, maka Mughni (
2000) mensinyalir ada dua tantangan pokok yang mungkin di hadapi oleh dunia
pendidikan islam adalah: Pertama , bahwa lembaga-lembaga pendidikan
formal agama, seperti Madrasah Ibtidhaiyyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Aliyah
(dalam bentuk yang sekarang ini) akan semakin kehilangan daya tariknya bagi
masyarakat. Karena mereka memiliki anggapan pengetahuan agama tidak menjanjikan
masa depan material yang cukup untuk mengikuti arus budaya modern. Kedua,
ialah pendidikan agama di sekolah umum juga semakin kurang diminati oleh
pelajar/mahasiswa. Hal ini disebabkan oleh pandangan anak didik bahwa sukses di
mata pelajaran agama tidak akan ikut menentukan karir pendidikan dan kehidupan
selanjutnya di masa depan.
Betapa
beratnya tantangan dunia modern, sehingga seperti hampir tiada waktu untuk
berfikir bagaimana bersikap. Kita baru mencoba untuk memikirkan sikap yang
bijak terhadap suatu kejadian yang diakibatkan oleh modern, tetapi ditempat dan
waktu yang bersamaan sudah muncul kejadian lain yang tak kalah hebatnya. Ini
semua membutuhkan setrategi yang jitu dalam bersikap sehingga itu tidak terlindas
oleh gelombang modernism dan sekaligus dan tidak pula hanyut begitu saja,
tetapi kita bisa mengikuti dan mengawalnya sehingga kehidupan kita agar tidak
tercerabut dari akar budaya kita dan akar agama masing-masing tentunya.
III.
Pandangan Kyai Terhadap Modernitas
Secara umum, menurut Harahab masih banyak Ulama’ (Kyai)
yang memandang bahwa moderinisasi sebagai penyebaran system kepercayaan
(idiologi) asing yang berasal dari non-muslim dan sekaligus dipandang sebagai
pemberian terhadap pengaruh mereka (Ulama’). Lebih dari itu modernisasi
dipandang sebagai westernisasi dan sekulerisasi, akibatnya reaksi yang
diberikan ‘Ulama (Kyai) adalah oposisi, sebab modernisasi dipandang bi’ah yang
mengancam, bukan hanya posisi ‘Ulama (Kyai), tetapi juga institusi-institusi Islam
lainya. ( Harahab:1994)
Lain lagi pendapat Nasr (1993), ketika menganalisis
tanggapan kaum Muslimin terhadap modernitas, ia mengatakan ada tiga kemungkinan
reaksi kaum Muslimin yang dapat dilihat menyangkut kesadaran terhadap tantangan
barat dan keinginan untuk meresponya. Yang
Pertama, selalu mencoba kembali kepada
“ kesucian” sejarah awal Islam berdasarkan ajaran Al-Qur’an dan Hadis. Kelompok
ini mengusulkan bahwa sebaiknya kaum muslimin mengesampingkan seluruh
perkembangan peradaban Islam yang bersifat seni dan filsafat,serta gaya hidup
kota besar yang serba mewah,mudah,dan serba tidak peduli di dalamnya.
Pembenahan ini,menurut mereka akan memperkuat Islam sebagaimana awalnya.
Kemungkinan kedua, disebutkan bahwa Islam harus dimodifikasi atau di
modernisir agar dapat mengakomondasikan dirinya menghadapi serangan barat
dengan pandangan dunia, filsafat dan idiologinya sendiri. Kemungkinan ketiga,bertahan sesuai dengan makna hadist bahwa akan datang
suatu hari ketika penindasan mengalahkan keadilan dan kebenaran Islam akan
mengabur bersamaan dengan datangnya Imam Mahdi dan akhirnya akan terjadi
kiamat.(Nasr.1993)
Sejauh menyangkut dengan kelompok pertama, akarnya dapat dilihat di dunia Islam itu sendiri,
saat kebangkitan tokoh-tokoh seperti Muhammad ibn’Abd Al-Wahhab di Arab, yang
berusaha kembali dengan penuh disiplin ketat pada interprestasi yuridis ajaran
Al-Qur’an dan Hadits.Penganut interprestasi Al-Qur’an semacam ini biasanya
dalam bahasa inggris disebut “pembaharuan
fondementalis” walaupun
istilah fundementalis tidak benar-benar sesuai dengan kontekes yang biasa dipakai,
khususnya dengan makna baru fundeantalis yang lahir pada dekade terakhir.
Kelompok kedua, yang kemudian dikenal dengan kelompok “modernis” atau “pembaru
modernis” mencangkup para pemikir
dengan spektum lebih luas dengan yang berusaha menyebarkan gagasan nasionalisme
kedunia islam ketika gagasan ini berkembang di Eropa yang menuntun lahirnya
para teoritisi pertama dalam bidang nasionalisme yang bukan hanya nasionalisme Arab,
tetapi juga Turki dan Iran pada akir abad ke 19 dan awal abad 20.
Sedangkan kelompok yang ke tiga,ialah mereka yang mempunyai harapan terjadinya
peristiwa-peristiwa eskatologis, juga ditemukan cukup banyak di dunia Islam
kemunculan sejumplah tokoh pada abad ke 13/ke -19 yang menyatakan diri sebagai
Mahdi atau gerakan menuju Mahdi dan yang memulai gerakan relegius dengan
kosekuensi besar baik secara politis
maupun religius.
IV.
PENUTUP
Apapun reakasi umat
Islam, khususnya para Ulama’nya terhadap modernitas dengan kenyataan yang
demikian itu justru dunia yang sedang
dikuasai oleh modernism, bila membicarakan tentang hal-hal spiritual bukanlah
perkara mudah. Mungkin akan dinilai sebagai pembicaraan yang relevan dengan
kehidupan,atau lebih celaka lagi dipandang sebagai pembicaraan tentang
kepalsuan.
Tetapi jika kita
memiliki cukup kesediaan untuk memahami dan mengakui keadaan sekeliling kita,
maka pembicaraan tentang problem masyarakat modern dari segi kesulitan
orang-orang modern (Barat) untuk menemukan makana hidup pribadi, sebagaimana
layaknya manusia yang tidak hanya berdimensi jasmani tetapi juga memiliki
dimensi rahani (spiritual), maka sebenarnya kebutuhan terhadap kehadiran agama
(spiritual) adalah suatu keniscayaan bagi dunia modern, agar manusia modern
dapat menutup kekurangan pada sisi rohaniahnya. Pada akhirnya manusia modern
akan mendapati dirinya sebagai pribadi yang lengkap.
Demikian juga bagi umat
Islam, tak ada waktu lagi menolak modernitas, karena dalam kehidupan kesehariannya,
khususnya dalam pelaksanaan ibadahnya, dengan sadar atau tidak juga memanfaatkan hasil kemajuan dunia modern.
Sehingga modernitas tak perlu ditakuti, tetapi harus dijadikan pendukung dalam
melaksankan perintah agama ddengan berpedoman kaidah fiqiah,”al-Muhafadlotul qodimil sholeh wa ahdu bi jadidil ashlah”.
DAFTAR PUSTAKA
Harahab,
Syahrin.1994.Al-Qur’an dan Sekulerisasi:kajian kritis terhadap Pemikiran
Thoha Husein.Tiara Wacana, Yogyakarta
Madjid,
Nurcholish.2000. Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis Tentang
Musalah,Keimanan,Kemanusiaan,Dan Kemodernan,Paramadina,Jakarata
Mughni,
Syafiq.2000,Nilai-Nilai Islam: Perumusan Ajaran dan Upaya Aktualisasi,Pustaka Pelajar,Yogyakarta
Nasr,Seyyed
Hossein,1993, Menjelajah Dunia Modern,Mizan,Bandung
Putro,
Suadi,1998,Muhammad Arkoun tentang Islam dan Modernitas,Paramadina,Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar